Metro24, Kuantan Singingi – Dua kubu pendukung paslon penantang AYO dan HS makin tak terkendali menyerang paslon petahana untuk meruntuhkan kekokohan yang dibangun incumbent, Pasalnya mereka menganggap politik demikian.
Seharusnya nilai positif yang perlu di presentasikan adalah program-program demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, sejatinya pendukung kedua kubu diduga sedang menutupi kekukarangan kandidat yang mereka jagokan.
Karena tak mampu meyakinkan pemilih dengan program yang dibuat kepada masyarakat, Seperti dikemukakan Aristoteles, sejatinya Politik sebagai usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama Namun, apa jadinya bila langkah ini tidak ditempuh pendukung mau paslon penantang.
Sehingga bisa di nilai black campaig yang mereka bangun, merupakan bentuk ambisius kekuasaan, biasanya jika paslon seperti ini memenangkan pertarungan mereka akan lebih sadis dalam melahirkan kebijakan demi mempertahankan kedudukan.
Hal tersebut menggelitik salah satu masyarakat yang mengikuti isu politik Kuansing yang merupakan salah satu jebolan Universitas ternama dengan jurusan Ilmu Politik.
Sebut saja Eka Putra (35 th) warga Kuansing yang berdomisili di Jambi.
“Pada dasarnya mereka hanya bisa melihat kesalahan petahana sebagai bentuk framing untuk membangun pradigma di masyarakat seolah olah incumbent tengah berbuat zalim atau pada intinya pradigma ini sengaja mereka ciptakan.
Tapi mereka lupa, dibalik itu, pola ini akan membawa dampak positif bagi petahana, dan makin memberi ruang simpati bagi incumbent di mata pemilih. Apalagi yang menyebarkan isu pada incumbent ini adalah kubu penantang atau lawan yang sakit hati.
Secara harpiah, apa yang dituduhkan kubu penantang ini, akan sulit diterima pemilih, karena dilakukan dalam satu momen tertentu seperti masa Pilkada. Bahkan pemilih akan menaruh ketidaksukaan pada kubu penantang, karena selalu mencari aib incumbent, bukan menonjolkan kelebihan sendiri.
Seperti dikupas di atas mereka ini, sejatinya tengah mempertontonkan sisi lemah. Sehingga mereka mencari kesalahan yang di buat buat. Dan lebih bodohnya lagi, disaat incumbent bersama kubunya nyaris tak terlihat keburukan.
Maka disini jelas terbaca isu yang mereka bangun sengaja diciptakan tanpa menilik jauh ke belakang . Ini pun akan menjadi catatan bagi pemilih.
Ditambah lagi, isu yang gemborkan dikemas dalam sebuah kebohongan dan dalam satu waktu tertentu.
Misalkan seperti tenaga honor yang di rumahkan, kubu panantang membangun framing tanpa didasari ilmu geopolitik hingga kebohongan yang dibangun cepat dicernah masyarakat. Dan bisa disimpulkan bahwa mereka seperti tidak ada bahan untuk menyerang petahana.
Padahal politik ini diistilahkan juga “Siyasah” dalam artian mengurus, melatih, mendidik. Pelakunya disebut politikus (siyasiyun). Namun, bila kerangkah ini diabaikan penantang, dapat dipastikan itu adalah bentuk kegelisahan karena dirinya sendiri tak yakin memiliki daya tarik pada pemilih”, jelas Eka Tegas.
Mereka hanya fokus, pada incumbent, secara tak langsung, mereka telah mengkampanyekan petahana sampai kalangan terbawah, tapi pendukung penantang ini tidak menyadari itu, karena mereka terhipnotis lewat fikiran sendiri merasa paling kritis. Ditambah Paslonnya memiliki femikiran yang sama
Makanya ada pribasa, ilmu jika tak didasari iman akan merusak (melukai diri sendiri). Dan iman tanpa ilmu maka tidak akan sampai pada apa yang dituju (karena tidak mengetahui jalan).
Politik sebenarnya, menunjuk satu konsep tentang kebaikan, jika ada yang memaknai politik itu kotor sejatinya cermin jiwa emosional seseorang yang salah melihat dengan cara pandang sempit.
Politik itu menjadi kotor karena politisinya yang busuk, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan demi kekuasaan hingga korupsi dan menciptakan opini liar mencari kesalahan lawan politik.
Maka, jika mendapati politisi seperti ini, disarankan untuk tidak dipilih, karena akan mengabaikan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi dan lebih mendahulukan kelompoknya.
Seperti rela menggagalkan APBD, kerena terborgol dengan fikiran sendiri sebab merasa takut orang lain akan mendapat faedah, padahal disitu terselip nasib orang banyak.