Metro24, Jakarta – Sorotan publik dan liputab awak media ada aksi koboi oknum penjaga toko apetek Arfeen bersama penjaga apotek Lokasi Haji Ten diduga tidak ada plang Izin Dan juga ada unsur ilegal cujup marak memalukan lokasi apoteknya yang diketahui awak media online dan publik mengetahui jejak kinerja usaha bisnis.’
Kian marak sadis ada keterlibatan oknum dekingan yang berasal dari kalang komunitas warga,oknum ketua RT/RW,oknum ormas pengurus Forkabi dan kurangnya pengawasan Kasudin kesehatan Jakarta lokasi apotek arfeen yang dirikan tidak ada alat bukti yang ssh ditunjukan dari silahturahmi kunjungan awak media online dititik lokasi haji ten jakarta timur dan kegiatan usaha bidang farmasi tersebut.”
Dalam wawancara dengan obrolan awak media online di lokasi apotek arfeen diduga informasi keterangan oknum penjaga/penjual obat area apotek arfeen tersebut tidak ada sikap kooperatif terhadap awak media online,ada unsur sikap semena mena,arogansi,terbelit belit keterangan yang disimak dengan sorotan publik dan marak kian merajela dilingkungan sarana publik.”
Dalam peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 Pasal 31, persyaratan yang dibutuhkan untuk memperoleh izin mendirikan usaha toko obat adalah Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK), Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) sebagai penanggung jawab toko obat, denah bangunan, daftar sarana dan prasarana, serta berita acara pemeriksaan.”
Sanksi hukum bagi apotek yang tidak berizin diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 197 dan Pasal 201:
Tenaga kefarmasian yang menjual obat ilegal dapat dipidana dengan penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Korporasi yang melakukan tindak pidana dapat dikenai pidana denda yang dikalikan tiga kali dari pidana denda yang diatur dalam Pasal 190, 191, 192, 197, 198, 199, dan 200.
Korporasi juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum.
Selain itu, pelaku yang membantu dalam pengedaran obat-obatan tanpa izin dapat dipidana dengan pidana penyertaan atau pembantuan. Ancaman pidananya sama dengan pelaku utama, atau maksimum jumlah pidana pokok dikurangi sepertiga. “
Jerat Hukum Tenaga Kefarmasian yang Menjual Obat Ilegal
25 Feb 2019 — Tenaga kefarmasian yang menjual obat ilegal, dalam hal ini adalah PCC, dapat dijerat dengan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.”
sebagai berikut “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasidan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksuddalam
Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Undang- Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 8 ayat (1) (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp.1.500.0000.0000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Ketentuan pidana yang diatur dalam peraturan undang-undangan bertujuan untuk
menghindari terjadinya penyalahgunaan atau penyimpangan dalam menggunakan sediaan
farmasi/alat kesehatan yang dapat membahayakan masyarakat oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Walaupun tindak pidana pada Pasal 386 KUHP terdapat bebarapa
kelemahan, hanya mengatur mengenai perbuatan melawan hukum pendistribusian obat palsu
(menjual, menawarkan, atau menyerahkan)sedangkan untuk pelaku yang memproduksi obat
palsu belum diatur secara jelas dalam Pasal 386 KUHP. Dengan tidak diaturnya mengenai
produsen obat palsu maka terdapat kesulitan dalam menindak para produsen obat palsu,selain
itu sanksi yang diberikan dalam KUHP juga masih terlalu ringan yaitu berupa ancaman pidana
penjara maksimal empat tahun, dan tidak ada sanksi mengenai denda, padahal keuntungan
yang besar dan kerugian yang ditimbulkan bagi para konsumen obat juga tidaklah sedikit.
Selanjutnya pada pasal 63 ayat (1), Undang undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Pelaku tindak pidana di kenai ancamanpidana penjara selama 5 (lima)
tahun namun dengan diterbitkannya Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan pada Pasal 197, ancamantindak pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda
paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan Pasal 201 ayat
(1) dalam hal tindak pidana dimaksud dalam 190 ayat (1), pasal 191, pasal 192, pasal 197, pasal
198, pasal 199 dan pasal 200 dilakukan oleh korporasi selain pidana dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan
pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1),
pasal 191, pasal 192, pasal 197, pasal 198, pasal 199 dan pasal 200 . Sehigga dengan berlakunya.”
Sanksi pidana bagi pelaku pengedar sediaan farmasi tanpa izin edar hendaknya merujuk pada
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan, karena sanksi pidananya lebih
berat dibandingkan dengan KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.”
Tidak ada keterangan solusi dari pihak penjual maupun pemilik usaha apotek Arfeen yang didapatkan dilokasi Haji ten Jakarta timur tersebut saat silahturahmi kunjungan liputan awak media online pada hari ini tanggal 8/10/2024 pada sore hari.”
(Ranto)